''Hak Atas Kekayaan Intelektual'' (HAKI) merupakan
terjemahan atas istilah '' Intellectual Property Right'' (IPR). Istilah
tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ''Hak'', ''Kekayaan'' dan
''Intelektual''. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki, dialihkan,
dibeli, maupun dijual. Sedangkan ''Kekayaan Intelektual'' merupakan kekayaan
atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi,
pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan
seterusnya. Terakhir, HAKI merupakan hak-hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat
sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau
hukum-hukum yang berlaku.
``Hak'' itu sendiri dapat dibagi menjadi dua. Pertama, ``Hak
Dasar (Azasi)'', yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat.
Umpama: hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan, dan sebagainya. Kedua,
``Hak Amanat/ Peraturan'' yaitu hak karena diberikan oleh masyarakat melalui
peraturan/perundangan. Di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan
Indonesia, HAKI merupakan ''Hak Amanat/Pengaturan'', sehingga masyarakatlah yang
menentukan, seberapa besar HAKI yang diberikan kepada individu dan kelompok.
Sesuai dengan hakekatnya pula, HAKI dikelompokkan sebagai
hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible). Terlihat bahwa
HAKI merupakan Hak Pemberian dari Umum (Publik) yang dijamin oleh
Undang-undang. HAKI bukan merupakan Hak Azazi, sehingga kriteria pemberian HAKI
merupakan hal yang dapat diperdebatkan oleh publik.
Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice,
Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo, dan
Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu
tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang
paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun
1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris
yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai
undang-undang paten tahun 1791.
Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi
tahun 1883 dengan lahirnya konvensi Paris untuk masalah paten, merek dagang dan
desain. Kemudian konvensi Berne 1886 untuk masalah Hak Cipta (Copyright).
Software masuk dalam Hak Cipta yang dilindungi. Hak
Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak khusus untuk
memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat,
memperbanyak dan menyiarkan rekaman suara atau gambar dari pertunjukannya.
Pembajakan Software termasuk tindakan pidana yang melanggar
Hak Cipta.Ketentuan pidana Hak Cipta, antara lain:
- Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan
atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
- Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak membuat,
memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari
pertunjukannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda
paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
- Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak cipta dan hak yang berkaitan dengan hak cipta dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 150,000.000,00.
- Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak merusak
atau membuat tidak berfungsinya teknologi kontrol yang dipergunakan untuk
mengontrol hak pencipta dan pihak terkait diancam pidana penjara paling lama 2
tahun dan denda paling banyak Rp. 45.000.000,00.
- Ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
dirampas atau diambil alih negara untuk dimusnahkan.
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas adalah kejahatan.
No comments:
Post a Comment